R.E.M. (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal | Vol.9 No.2/2024
ISSN online (2528-3723)
http://doi.org/10.21070/rem.v9i2.1727
Copyright © 2024 Author [s]. This is an open-access article distributed under the terms of the Creative Commons Attribution License (CC BY). The use, distribution or
reproduction in other forums is permitted, provided the original author(s) and the copyright owner(s) are credited and that the original publication in this journal is cited,
in accordance with accepted academic practice. No use, distribution or reproduction is permitted which does not comply with these terms
Pengaruh Cofiring Menggunakan Variasi Biomassa untuk Menjaga
Feedstock Biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara
Enrico Gultoma,b, Dimas Angga Fakhri Muzhoffara,*, Ervan Ari Prasetyob
Email corresponding author: dimas.anggafm@ui.ac.id
aDepartemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424
b PT. PLN Nusantara Power, Jalan Surabaya-Situbondo No.Km.142, Kabupaten Probolinggo Indonesia 67291
Article history: Received: 29 Agustus 2024 | Revised: 9 November 2024 | Accepted: 10 November 2024
Abstract. Emissions of carbon dioxide (CO2) resulting from the burning of coal fuel in power plants are a major
contributor to global warming and climate change. Co-firing is employed in Coal-Fired Power Plants (CFPP) as a
precautionary measure to decrease reliance on coal as the predominant energy source. The possible deployment of
biomass co-firing on a bigger scale and for the long term still requires more identification. Through laboratory
testing and direct combustion tests, this project intends to assess the performance, emissions, and costs of several
types of biomass as co-firing fuel. Seedust, rice husks, cocopeat, and Solid Refuse Fuel (SRF) are among the
biomass materials used. All biomass kinds evaluated were found to be safe in terms of performance, reduce exhaust
gas emissions, and lower Basic Production Costs (BPP), according to the test report.
Keywords Co-firing; Biomass; Decarbonization; Emission; Sustainability
Abstrak. Pembakaran bahan bakar batubara pada pembangkit listrik secara signifikan menyumbang emisi karbon
dioksida (CO2), yang berperan dalam pemanasan global dan perubahan iklim. Metode co-firing digunakan di
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai strategi untuk mengurangi ketergantungan pada batubara sebagai
sumber energi utama. Masih diperlukan identifikasi lebih lanjut mengenai potensi penerapan co-firing biomassa
dalam skala yang lebih luas dan untuk jangka waktu yang lebih panjang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi berbagai jenis biomassa sebagai bahan bakar co-firing dari segi performance, emisi, dan biaya
dengan cara uji laboratorium dan uji bakar langsung. Biomassa yang dipakai adalah sawdust, sekam padi,
cocopeat, dan Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP). Hasil dari pengujian didapatkan bahwa seluruh biomassa
yang diuji masih aman pada segi performance, serta menurunkan emisi gas buang, dan menghemat Biaya Pokok
Produksi (BPP)
Kata Kunci - Co-firing; Biomassa; Dekarbonisasi; Emisi; Keberlanjutan
PENDAHULUAN
Dua masalah berupa emisi gas rumah kaca dan keterbatasan cadangan bahan bakar fosil telah mendorong
pergeseran dari penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Pembakaran bahan bakar fosil secara
signifikan menyumbang emisi karbon dioksida (CO2), yang berperan dalam pemanasan global dan perubahan iklim
yang menyertainya. Batubara merupakan bahan bakar yang bersifat tidak terbarukan, cadangannya diproyeksikan
akan habis dalam waktu dekat, beberapa perkiraan menunjukkan bahwa cadangan batubara mungkin habis dalam
waktu kurang dari satu abad [1].
Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) target bauran Energi baru Terbarukan (EBT) nasional
pada tahun 2025 mencapai 23%. Namun, hingga tahun 2023 target bauran EBT masih berada pada nilai 14,11% [2].
Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), cadangan biomassa Indonesia memiliki kapasitas
total 32,6 Gigawatt (GW). Indonesia belum dapat melakukan pemanfaatan biomassa dalam skala besar yang
membutuhkan investasi besar untuk pembangkit. Co-firing biomassa merupakan metode yang melibatkan
penggunaan kombinasi bahan bakar batubara dan biomassa dalam rasio tertentu, untuk meningkatkan efisiensi
pembakaran dan mengurangi emisi karbon dalam proses pembangkitan energi [3]. Pemanfaatan biomassa dalam
skala besar juga dapat dilakukan dengan melakukan co-firing dengan pembangkit batubara yang sudah ada. [4]
Biomassa memainkan peran yang semakin signifikan dalam campuran energi global karena kemampuannya
untuk menyerap CO2 selama fase pertumbuhannya dan melepaskannya kembali selama proses pembakaran,
sehingga memberikan kontribusi yang berkelanjutan terhadap pengurangan emisi karbon [4]. Saat biomassa dibakar
di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara (PLTU), sisa karbon dari pohon diubah menjadi energi yang dapat
digunakan untuk menggantikan batubara. Selain itu, unit pembangkit yang menggunakan co-firing biomassa juga
termasuk dalam kategori karbon netral, yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan PLTU yang ada saat ini
yang termasuk dalam kategori karbon positif.
Gultoma, E., Muzhoffara, D.A.F., Prasetyo, E.A., Pengaruh Cofiring Menggunakan Variasi Biomassa untuk Menjaga Feedstock
Biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal, vol. 9, no. 2, pp. 95-102, 2024.
96
Co-firing diidentifikasi sebagai salah satu inisiatif strategis dalam program green booster oleh PLN Perusahaan
Listrik Negara (PLN), untuk mempercepat pencapaian target bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar
23% pada tahun 2025. Pendekatan ini memanfaatkan infrastruktur pembangkit listrik yang sudah ada sekaligus
berfungsi sebagai solusi pengelolaan limbah yang efisien [5]. Co-firing dinilai sebagai metode yang efisien dari segi
biaya, karena dapat diimplementasikan tanpa memerlukan investasi besar serta memanfaatkan infrastruktur PLTU
yang sudah tersedia [6]. Saat ini, PLTU ENR 400 MW untuk co-firing masih menggunakan satu biomassa yaitu
sawdust. Sedangkan suplai sawdust disekitar PLTU ENR tersedia hanya mampu memenuhi kebutuhan co-firing
±1% sebesar 107,04 ton/hari.
Kendala utama untuk pembangkit skala besar adalah masalah ketersediaan bahan baku biomassa. Untuk
memenuhi kebutuhan biomassa pada PLTU ENR 400 MW diperlukan feedstock biomassa dengan memanfaatkan
variasi biomassa yang ada. Ragam biomassa yang diproduksi pada tiap willayah ring terdekat pembangkit memiliki
variasi lebih dari satu produk, dapat dimanfaatkan untuk meminimalisir biaya transportasi biomassa. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menentukan biomassa alternatif selain sawdust dari segi performance, emisi, dan biaya
yang ada di ring terdekat dari PLTU ENR 400 MW.
METODE
Co-firing batubara dan biomasa telah mencapai kematangan teknologi dan metodologi yang berarti efisiensi
termal pembakaran yang tinggi, nilai investasi peralatan yang rendah, kemudahan dalam teknologi penyimpanan,
transportasi, dan pengendalian material. Metodologi di dalam penelitian ini di ilustrasikan pada Gambar 1. Data
acuan nilai pada pengujian batubara 100% digunakan sebagai baseline untuk membandingkan dengan biomassa
yang akan di uji di PLTU ENR 400 MW.
Gambar 1. Metodologi penelitian
Pemilihan jenis batubara merupakan salah satu faktor kunci yang berkontribusi terhadap potensi terjadinya
slagging dan fouling [7]. Hasil dari analisis, dan kadar sulfur dari batubara dapat digunakan untuk menghitung
indeks potensi terjadinya slagging dan fouling [8]. Slagging merupakan terbentuknya deposit dari partikel abu
lengket, meleleh atau melunak yang menempel pada permukaan heat transfer yang terkena radiasi panas [9].
Parameter yang sering digunakan untuk menentukan potensi terbentuknya slagging ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter untuk perhitungan slagging dan fouling [10]
Parameter
Kriteria Resiko
Rendah
Sedang
Tinggi
Parah
Rasio B/A
< 0,4 atau > 0,7
Indeks Slagging
< 0,6
0,6 2,0
2,0 2,6
>2,6
Fusibilitas
>1343
1232 1343
1149 1232
<1149
Silika/Alumina
2,0 3,0
4,5 5,5
1,0 1,5
a) Base to Acid Ratio
Komponen penting dalam abu batubara dapat diklasifikasikan sebagai unsur basa dan asam. Unsur basa meliputi
besi, logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium, serta logam alkali seperti natrium dan kalium. Di sisi lain,
unsur asam terdiri dari silikon, aluminium, dan titanium. Ketika unsur basa dan asam berinteraksi, mereka
membentuk senyawa yang memiliki titik leleh lebih rendah. Rasio antara unsur basa dan asam ini dapat memberikan
gambaran mengenai perilaku leleh dan karakteristik viskositas abu batubara [8]. Rasio B/A dapat dihitung dengan
Persamaan 1.
B/A Ratio =

 (1)
Dimana:
B/A = Base to acid ratio
Fe2O3,CaO, MgO, Na2O, K2O = Konsentrasi oksida basa
SiO2, Al2O3, TiO2 = Konsentrasi oksida asam
Gultoma, E., Muzhoffara, D.A.F., Prasetyo, E.A., Pengaruh Cofiring Menggunakan Variasi Biomassa untuk Menjaga Feedstock
Biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal, vol. 9, no. 2, pp. 95-102, 2024.
97
b) Indeks Slagging
Perhitungan Indeks Slagging untuk abu batubara bituminous mempertimbangkan rasio basa/asam dan persentase
berat belerang dalam batubara, berdasarkan kondisi kering. Rasio basa/asam memberikan indikasi kecenderungan
abu untuk membentuk senyawa yang mempengaruhi Ash Fusion Temperature (AFT). Kandungan belerang
mencerminkan jumlah besi yang terdapat dalam bentuk pirit (FeS2). Kehadiran pirit yang signifikan dalam batubara
bituminous merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya indeks slagging [9]. Persamaan 2
digunakan untuk menghitung indeks slagging.
Indeks Slagging = B/A Ratio
S
(2)
Dimana:
B/A = Base to acid ratio
S = Sulphur
c) Fouling
Perhitungan indeks fouling untuk abu batubara bituminous melibatkan analisis rasio basa/asam serta persentase
berat sodium dalam abu, berdasarkan kondisi kering. Berikut ini adalah persamaan untuk menentukan faktor fouling
Indeks fouling = B/A Ratio
S
(3)
Dimana:
B/A = Base to acid ratio
Na2O = Berat (%) sodium pada dry coal basis
d) CI- Induced Active Oxidation
Bahan bakar dengan kandungan biomassa yang tinggi memiliki kemungkinan untuk menyebabkan korosi klorin
pada boiler. Ini dapat dilakukan dengan menganalisis komposisi bahan bakar untuk mengetahui jumlah natrium dan
klorin. Kemudian, kita dapat menggunakan rumus berikut untuk menghitung rasio 2S/Cl berdasarkan molar [11]:
Rasio 2S/Cl =
󰇛 
󰇜
󰇛
󰇜 (4)
Dimana:
S = Sulphur
Cl = Chloride
Pada uji bakar biomassa, biomassa yang di digunakan direct co-firing seperti diilustrasikan pada Gambar 2. Di
mana biomassa dicampur melalui peralatan penggiling, grinding, dan pengumpan atau feeder yang sama, kemudian
dicampur dengan batubara ke dalam boiler yang sama untuk dibakar. Metode ini biasanya tidak memerlukan
investasi dalam peralatan khusus, dan merupakan metode pembakaran bersama yang hemat biaya dan langsung [4].
Gambar 2. Metode direct co-firing
Batubara
Gas Buang dan
Campuran Abu
Biomassa
Boiler
Gultoma, E., Muzhoffara, D.A.F., Prasetyo, E.A., Pengaruh Cofiring Menggunakan Variasi Biomassa untuk Menjaga Feedstock
Biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal, vol. 9, no. 2, pp. 95-102, 2024.
98
Beberapa tahap yang penting untuk dilakukan adalah pengumpulan data baik data benchmark maupun feedstock.
Biomassa yang digunakan pada penelitian ini adalah sawdust, sekam padi, cocopeat, dan Bahan Bakar Jumputan
Padat (BBJP). Data operasi diambil setelah beban stabil atau steady state. Lokasi pengujian berada di PLTU ENR
400 MW untuk detail dan tanggal pengujian sebagai berikut:
Sawdust : 20 Mei 2022 Pukul 13.00-16.00
Sekam padi : 30 Mei 2022 Pukul 13.00-16.00
Cocopeat : 29 September 2022 Pukul 08.00-11.00
BBJP : 12 September 2022 Pukul 08.00-11.00
Karakteristik bahan bakar diuji di laboratorium yang sudah terakreditasi untuk mengetahui kemungkinan
slagging, fouling, dan korosi pada pipa boiler. Pada penelitian mengetahui pengaruh Nett Plant Heat Rate (NPHR),
efisiensi termal, Spesific Fuel Consumption (SFC), emisi, dan Biaya Pokok Produksi (BPP).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Perhitungan
Uji laboratorium analisa biomassa dilakukan di laboratorium terakreditasi, hasil dari uji laboratorium dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji laboratorium
Parameter
Unit
Blending Batubara
(20% MRC + 80%LRC)
Co-firing
Sawdust 5%
Co-firing Rice
Husk 5%
Co-firing
Cocopeat 5%
Co-Firing
BBJP 5%
Total Moistures
%wt
34.56
34.83
33.2
34.89
33.44
Proximate Analysis
Ash Content
%wt
3.77
3.71
4.48
3.72
5.56
Volatile Matter
%wt
31.76
32.49
33.13
32
32.21
Fixed Carbon
%wt
29.92
28.97
29.19
29.4
28.8
Hardgrove
Grindability Index
58.4
56.95
56.95
56.75
55.75
Chloride (Cl)
%wt
0
0.01
0.03
0.05
0.05
Ultimate Analysis
Carbon
%wt
45.73
44.9
45.35
45.12
44.62
Hydrogen
%wt
3.02
3.03
3.11
3.01
3.02
Nitrogen
%wt
0.75
0.72
0.73
0.73
0.79
Sulphur
%wt
0.18
0.18
0.18
0.18
0.19
Oxygen
%wt
11.99
12.63
12.94
12.34
12.38
Setelah mengetahui analisa proximate dan analysis dari masing-masing biomassa maka didapatkan hasil
perhitungan potensi slagging dan fouling biomassa yang dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Parameter potensi slaaging dan fouling
Parameter
Blending Batubara
(20% MRC + 80% LRC)
Co-firing
Sawdust 5%
Co-firing
Sekam Padi 5%
Co-firing
Cocopeat 5%
Co-Firing
BBJP 5%
B/A Ratio
19.43
18.90
18.43
18.85
19.13
Fouling
13.13
13.97
12.00
12.33
12.59
Indeks Slagging
3.54
3.37
3.29
3.38
3.60
Cl Inducted
Active Carbon
-
71.40
14.28
7.98
7.52
Gultoma, E., Muzhoffara, D.A.F., Prasetyo, E.A., Pengaruh Cofiring Menggunakan Variasi Biomassa untuk Menjaga Feedstock
Biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal, vol. 9, no. 2, pp. 95-102, 2024.
99
Pada analisa numerik nilai Cl- Inducted active oxidation biomassa yang di uji yaitu sawdust, sekam padi,
cocopeat, dan BBJP masuk dalam kategori minor karena nilai rasio lebih dari 4. Terjadi penurunan untuk nilai B/A
ratio dibandingkan dengan blending batu bara tidak menggunakan biomassa. Pada indeks fouling biomassa sawdust
terjadi peningkatan yang kecil sebesar 0,84. Sedangkan pada sekam padi, cocopeat, dan BBJP menunjukkan
penurunan dibandingkan dengan blending batubara tidak menggunakan biomassa. Pada rasio silika juga tidak
menunjukkan perubahan signifikan pada keempat biomassa dan masih dalam kriteria resiko rendah karena berada
dalam range 72-80. Sama halnya pada total alkali yang masih dalam kriteria aman pada semua biomassa karena
berada dalam range <0,3.
Dari hasil perhitungan variasi jenis biomassa diatas, dapat di ambil kesimpulan bahwa parameter operasi dan
resiko diatas masih dapat terkendali dan tergolong aman untuk peralatan dengan bauran co-firing 5% pada masing-
masing biomassa.
B. Hasil Pengujian Aktual Uji Bakar Biomassa
Pengujian dilakukan pada beberapa waktu mulai dari Mei 2022 sampai dengan September 2022 di mana hasil
dari pengujian secara rata rata memiliki performance peralatan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan
bakar batubara, hal ini dikarenakan kalori bahan bakar biomassa cenderung lebih rendah dari batubara. Selain itu
terdapat hasil dari pembakaran pada masing masing biomassa terdapat beberapa hal yang perlu jadi pertimbangan
pasca pengujian variasi biomassa. Performance variasi biomassa dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter operasi dan performance
Parameter
Satuan
Batubara
(MRC & LRC)
Sawdust
Sekam Padi
Cocopeat
BBJP
Gross Generator
Output
kW
396,500.00
396,500.00
397,500.00
396,000.00
392,000.00
kWh Netto
kW
366,336.00
368,448.00
368,976.00
368,752.00
363,872.00
Nilai Kalor HHV
kCal/kg
4,421.48
4,126.52
4,261.03
4,448.08
4,476.97
Coal Flow
kg/h
219,682.50
240,617.00
230,659.50
216,502.50
228,470.00
Nett Plant Heat
Rate (NPHR)
kCal/kWh
2,651.45
2,694.85
2,663.72
2,611.57
2,811.03
Gross SFC
kg/kWh
0.55
0.61
0.58
0.55
0.58
Thermal
Efficiency
%
32.43
31.74
32.28
32.92
30.59
Boiler Efisiensi
%
85.24
84.01
83.43
84.58
85.04
Pengujian menggunakan biomassa sawdust dan sekam padi memiliki data paling mendekati normal dikarenakan
performance menurun sesuai dengan penurunan kalori bahan bakar. Nilai kalori bahan bakar dengan penambahan
sawdust merupakan terkecil diantara variasi biomasa lainya. Semakin kecil nilai kalori pada suatu bahan bakar,
semakin susah terbakar juga bahan bakar tersebut.
Pada pengujian BBJP di dapatkan performance menurun signifikan meskipun kalori bahan bakar sama, hal ini
dapat dilihat dari kenaikan NPHR seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3. Hal ini dikarenakan terdapat banyak
material pengotor yang ikut pada BBJP, BBJP merupakan sampah campuran sampah organik dan non organik.
Sampah non organik dapat menjadi pengotor yang dapat mempengaruhi efisiensi boiler karena dapat menempel
pada walltube boiler. Performance membaik pada pengujian cocopeat dengan naiknya efisiensi.
Gultoma, E., Muzhoffara, D.A.F., Prasetyo, E.A., Pengaruh Cofiring Menggunakan Variasi Biomassa untuk Menjaga Feedstock
Biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal, vol. 9, no. 2, pp. 95-102, 2024.
100
Gambar 3. Nilai Nett Plant Heat Rate (NPHR) dari masing-masing biomassa
Selanjutnya, seluruh biomassa yang di uji terbukti dapat menurunkan emisi gas CO2 dan SO2. ,seperti
ditunjukkan pada Tabel 5. Hal ini dikarenakan seluruh biomassa merupakan karbon netral. Emisi gas buang di
PLTU ENR 400 MW juga masih memenuhi batas baku mutu peraturan menteri
P.15/MENLHK/SETJEN/KUM.1/4/2019 [12]. Karena biomassa mengandung sulfur lebih rendah dibandingkan
batubara, pembakaran campuran batubara dengan biomassa menghasilkan emisi SO2 yang lebih sedikit
dibandingkan pembakaran batubara murni [13].
Tabel 5. Perbandingan emisi dan biaya pada masing-masing biomassa
Parameter
Pemantauan
Satuan
Batubara
20% MRC + 80% LRC
Co-firing
sawdust 5%
Co-firing sekam
padi 5%
Co-firing
cocopeat 5%
Co-friring
BBJP 5%
Emisi CO2
t CO2
19,965.94
19,301.34
19,445.5
19,586.32
19,185.21
Emisi SO2
ppm
476.63
412.06
426.55
426.24
429.02
Cost Biomassa
Rp/kg
831
450
550
432.9
800
Dari sisi biaya juga didapatkan bahwa penggunaan biomassa dapat menurunkan Biaya Pokok Produksi (BPP)
karena harga dari biomassa tersebut dibawah dari harga batubara. Penggunaan variasi biomassa juga dapat
meningkatkan ekonomi kerakyatan atau ekonomi sirkular (circular economy) dengan memakai potensi biomassa
yang ada di daerah sekitar PLTU. Dengan mengimplementasikan metode ini di Indonesia, peluang untuk
menciptakan lapangan kerja baru dan peluang bisnis dalam industri biomassa dapat terbuka, terutama di sektor
industri yang memanfaatkan sampah dan limbah sebagai sumber daya utama [14]. Kedepannya diharapkan setiap
PLTU Batubara di Indonesia dapat menggunakan potensi biomassa yang ada di sekitar PLTU tersebut dan mampu
menurunkan biaya pokok produksi dari biomassa tersebut. Pemerintah Indonesia juga dapat menerbitkan peraturan
harga khusus untuk listrik yang di bangkitkan dari biomassa seperti di Australia, menurut [15] insentif seperti harga
karbon dapat menjadikan co-firing sebagai solusi yang efektif untuk mengurangi emisi CO2 di Australia.
KESIMPULAN
Implementasi variasi berbagai jenis biomassa di PLTU ENR 400 MW dari segi emisi, didapat bahwa setiap
biomassa yang di uji dapat mengurangi emisi CO2 (Karbondioksida) penurunan tertinggi terdapat pada komposisi
BBJP 5% dan penurunan terendah terdapat pada komposisi cocopeat 5%, selain itu sumber biomassa sudah
termasuk pemanfaatan waste biomass dengan co-firing BBJP. Dari data implementasi didapat bahwa seluruh
biomassa yang di uji bakar menunjukkan performance yang masih aman dalam parameter operasi dan safety. Dari
sisi harga, keekonomisan yang paling mahal adalah BBJP, sedangkan untuk cost yang paling murah menggunakan
sekam padi. Dengan variasi jenis biomassa dapat membuka pasar baru dalam peningkatan feedstock biomassa.
Untuk pengujian berikutnya dapat dilakukan dengan rentang waktu yang lebih lama untuk mengetahui efek jangka
panjang dari penggunaan biomassa tersebut.
2,300 2,400 2,500 2,600 2,700 2,800 2,900
Batubara 100%
Batubara + Sawdust 5%
Batubara + Sekam Padi 5%
Batubara + Cocopeat 5%
Batubara + BBJP 5%
Nett Plant Heat Rate (kCal/kWh)
Gultoma, E., Muzhoffara, D.A.F., Prasetyo, E.A., Pengaruh Cofiring Menggunakan Variasi Biomassa untuk Menjaga Feedstock
Biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal, vol. 9, no. 2, pp. 95-102, 2024.
101
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT PLN (Persero) atas beasiswa yang diberikan dan Kepada
Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia.
REFERENSI
[1] I. E. Agency. (2023). World Energy Outlook 2023, IEA.
[2] K. E. d. S. D. Alam, 2023. [Online]. Available: https://ebtke.esdm.go.id.
[3] D. F. Umar, G. K. Hudaya, and F. Sulistyohadi, "STUDY ON COMBUSTION CHARACTERISTICS OF
COAL-BIOMASS FOR CO-FIRING SYSTEM AS A FEEDSTOCK OF COAL GASIFICATION
PROCESS," 2017.
[4] B. Madanayake, S. Gan, C. Eastwick, and H. K. Ng, "Biomass as an energy source in coal co-firing and its
feasibility enhancement via pre-treatment techniques," Fuel Processing Technology, vol. 159, pp. 287-305,
05/01 2017, doi: 10.1016/j.fuproc.2017.01.029.
[5] P. L. Negara, "Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2021-2030," 2021.
[6] M. S. Roni, S. Chowdhury, S. Mamun, M. Marufuzzaman, W. Lein, and S. Johnson, "Biomass co-firing
technology with policies, challenges, and opportunities: A global review," Renewable and Sustainable Energy
Reviews, vol. 78, pp. 1089-1101, 2017/10/01/ 2017, doi: https://doi.org/10.1016/j.rser.2017.05.023.
[7] H. Hariana, H. Putra, and F. Kuswa, PEMILIHAN BATUBARA KALIMANTAN UNTUK PLTU DENGAN PC
BOILER MENGGUNAKAN TINJAUAN POTENSI SLAGGING DAN FOULING. 2020.
[8] M. I. Saputra and I. Yuliyani, "POTENSI KECEPATAN PEMBENTUKAN SLAGGING DAN FOULING
PADA BOILER PLTU BERBAHAN BAKAR BATU BARA," Prosiding Seminar Nasional NCIET, vol. 1,
2020, doi: https://doi.org/10.32497/nciet.v1i1.84.
[9] J. B. Kitto, S. C. Stultz, Babcock, and W. Company, Steam: Its Generation and Use. Babcock & Wilcox, 2005.
[10] B. Wilcox, Steam/its generation and use (41st edition). Ohio: a McDermott company, 2005.
[11] I. A. Aditya, F. N. Haryadi, and I. Haryani, "Analisis Pengujian Co-Firing Biomassa Cangkang Kelapa Sawit
Pada PLTU Circulating Fluidized Bed (CFB) Sebagai Upaya Bauran Energi Terbarukan," 2022, co-firing;
CFB; biomass; palm kernel shell; SFC vol. 24, no. 2, p. 6, 2022-04-30 2022, doi: 10.14710/rotasi.24.2.61-66.
[12] M. Farras and N. Sinaga, "Pengaruh Cofiring Menggunakan Serbuk Gergaji Terhadap Emisi Gas Buang di
Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara," R E M (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal, vol. 7, pp. 35-39,
10/05 2022, doi: 10.21070/rem.v7i2.1644.
[13] I. Al-Naiema, A. D. Estillore, I. A. Mudunkotuwa, V. H. Grassian, and E. A. Stone, "Impacts of co-firing
biomass on emissions of particulate matter to the atmosphere," Fuel, vol. 162, pp. 111-120, 2015/12/15/ 2015,
doi: https://doi.org/10.1016/j.fuel.2015.08.054.
[14] D. N. Palupi, S. Sundari, M. I. Syahtaria, and L. Sianipar, "Analisis Dampak Lingkungan dan Keekonomian
Pembangkit Listrik Tenaga Co-firing Biomassa dan Baru bara sebagai Upaya Bauran Energi Terbarukan," El-
Mal: Jurnal Kajian Ekonomi & Bisnis Islam, vol. 5, no. 3, pp. 1627-1635, 02/07 2024, doi:
10.47467/elmal.v5i3.781.
[15] Z. Khorshidi, M. Ho, and D. Wiley, "Techno-Economic Study of Biomass Co-Firing with and without CO2
Capture in an Australian Black Coal-Fired Power Plant," Energy Procedia, vol. 37, pp. 60356042, 08/10
2013, doi: 10.1016/j.egypro.2013.06.532.
Gultoma, E., Muzhoffara, D.A.F., Prasetyo, E.A., Pengaruh Cofiring Menggunakan Variasi Biomassa untuk Menjaga Feedstock
Biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Batubara, (Rekayasa Energi Manufaktur) Jurnal, vol. 9, no. 2, pp. 95-102, 2024.
102
Halaman ini sengaja dikosongkan
(This page is intentionally left blank)